"Bosi sini, ada sisa makanan untukmu!" teriak ibu gendut padaku,
selalu saja panggilan itu membuatku merutuk dalam hati.
Bosi, aku bersumpah demi apapun bukanlah nama yang ku inginkan.
heran, mengapa pemeliharaku akhirnya menyemayamkan nama itu padaku.
namanya aneh, memberi kesan sombong pada diriku yang
rendah hati ini. aku malu pada teman-teman ku kelak diluaran sana.
mengapa nama Bosi tidak mereka berikan saja pada anak kecil berponi yang kelihatan nakal,
yang biasa disebut si ibu gendut dengan panggilan "si bontot".
buat ku setidaknya bosi lebih baik daripada bontot. entah bahasa apa.
si bontot mendekatiku, oh tidak. anak kecil seperti dia pasti hanya ingin menjadikanku mainan saja.
ia akan dengan ceria memainkan buntut panjangku ini,
"unai, makan ini" ucapnya sambil menaruh semangkuk kecil nasi campur yang entah sudah diaduk dengan apa
unai? sebutan apalagi itu. hmm tapi sedikit lebih baik daripada bosi
"namanya bosi nak" si ibu gendut mulai nimbrung
"unai aja, warna nya kuning bu bagusan unai" ungkapnya polos
hatiku tergelitik, anak kecil ini tak seperti anak kebanyakan yang ingin mempermainkanku.
matanya tak bisa berbohong, dia terlihat menyayangiku.
aku mendekati mangkuk bawaannya, aroma ikan menusuk hidungku membuatku terbuai semakin cepat mendekat.
tanpa merasakan rasa sebenarnya, dapat kupastikan aku sangat menyukainya.
aku mulai memakannya dengan lahap, mangkuk kosong dengan sekejap.
lelah mengunyah, aku mulai mengantuk.
sambil membersihkan mulutku dari sisa makanan, aku memerhatikan anak kecil itu.
"unai.." ucapnya dengan senyum lebar
tanpa ekspresi, terus ku perhatikan tingkahnya.
andai bahasa kita tak berbeda, mungkin aku akan senang hati berbicara dengannya.
"apa unai? udah kenyang kan? nanti malam mau makan apa? biar aku belikan"
rasanya ingin sekali tertawa keras.
ia tak berhenti berbicara, padahal mengeluarkan suara saja aku tidak.
aku hanya menatap matanya langsung dengan ekspresi datar, sesekali ku berikan ekspresi curiga.
"iyaaa, aku akan selalu jadi temanmu unai sayang" ucapnya kemudian.
ia terus berbicara seakan-akan aku membalas ucapannya.
benar kata ibu ku dulu, mata kami memang selalu menggambarkan beribu-ribu pertanyaan.
Tuhan memang menciptakannya seperti itu.
to be continue
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
solusi pengen sukses
http://beenero11.com/?id=yudha
kontak person
yudha
ngrayudan@gmail.com